Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Rabu, 07 Juli 2010

Ukhti,maukah ta'aruf denganku?

Rabu, 07 Juli 2010
“Assalamualaikum ukhty.. apa kabar? Ukhti… ana mau taaruf sama anti. Gimana? Udah punya calon belum?” ujar seorang ikhwan kepada seorang akhwat lewat pm.

“Hah. Taaruf?” si akhwat bingung. “Jawab apa nih? Belum kenal ko dah ngajakin taaruf. Eh, taaruf kan ngajakin kenalan. Hmm.. engga deh, kayaknya taaruf ini maksudnya bukan kenalan biasa deh.” Berfikir begitu, si akhwat pun mengabaikan isi pm.

Kenapa demikian? Sangat wajar. Perempuan sebagai makhlus yang perasaannya sangat halus, pasti sangat hati-hati ketika mendapat pertanyaan semacam ini. Kalau dia tidak diam, biasanya akan mengalihkan pembicaraan, itu kalau maksud disampaikan lewat dialog langsung.

“Terus, gimana dong… kan aku mau taaruf sama kamu.”

Waduh… tambah bingung Meletin

Akhirnya… dua2nya malu. Si ikhwan akan menganggap akhwat itu menolaknya, sementara si akhwat masih bingung, ini orang serius apa engga siiyy?

Lalu… akhirnya… sama-sama saling menghindar, bahkan putus komunikasi.
Pernahkah mengalami hal seperti ini? *ga usah ngaku di sini, dari senyumnya aja dah ketauan deh…* :-D

Nah, di sinilah pentingnya peranan perantara yang bisa dipercaya, seperti murobbi, keluarga, atau teman. Sebab dengan adanya perantara:

1. Menjaga kebersihan niat dan kebulatan tekad masing2 individu, sebab dengan melibatkan orang lain, akan lebih kelihatan keseriusannya ketimbang ‘nembak’ langsung. Masa ngelibatin orang ketiga buat main-main? kalo nembak langsung, engga jaminan deh serius ato enggaknya. kalo ikhwannya engga bertanggung jawab, dia bahkan bisa aja nembak lebih dari satu akhwat sekaligus. bahkan engga ragu-ragu ngebatalin 'pinangan'nya karena kepincut akhwat lain. siapa yang rugi coba? akhwat juga kan.... Cool Cool

2. Orang ketiga / perantara dapat berperan sebagai penasehat maupun sebagai motivator, sebab posisinya netral. sedangkan kalau langsung hadap2an, kondisinya bisa aja salah satunya, atau dua-duanya udah ada ser-seran, wah kalo cuma berduaan, yang ketiganya setan dong.... *tuing!* *tuing!*

3. Menjaga harga diri individu yg akan melaksanakan proses ini. Kalo ga jadi, ga semalu ‘nembak langsung’. Apalagi kalo ditolak. Paling tidak, dengan tidak berhadapan langsung, rasa malu atau sakit hati tidak sebesar ‘nembak’ langsung. secara, biasanya kan kalo 'nembak' langsung itu udah ada feeling so good sebelumnya, dah falling in love, kalo ditolak, jangan sampe dukun bertindak. Peace ahhh!

At last, ini cuma saran lho……. Tapi, ada baiknya kalau dipertimbangkan. Selanjutnya, ckckkckckckk
Eh, satu lagi nih…. Kalo bisa, pilih perantara yang udah walimah, sebab kalo sama-sama belum, hehe….. entar jadian sama perantaranya,ckckkcckck....

Copas dr blog,dg sedikit edit.... ~_^

_berbagai sumber_ 

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Follow me in the Fb

Followers

Page Range

Mutiara Kata

“Kita asyik dengan pertarungan militer, sukses menempa hati ikhlas, berhasil menciptakan cinta mati syahid. Tetapi, kita lalai memikirkan kekuasaan (politik). Kita tak sepenuh hati menggelutinya. Kita masih memandang bahwa politik adalah barang najis. Akhirnya, kita sukses mengubah arah angin; kemenangan dengan pengorbanan yang mahal bisa kita raih. Tetapi, menjelang babak akhir, saat kemenangan siap dipetik, musuh-musuh melepaskan tembakan ‘rahmat’ untuk menjinakkan kita.” (Tokoh Jihad Afghan-Arab)